( MASIH ) BANYAK YANG BELUM MENIKMATI
PESTA RAMADHAN
Oleh : H.
Yusron Kholid
Ramadhan, ibarat sebuah pesta bagi
penikmat nuansa ruhani yang syahdu, di mana amalan-amalan di dalamnya bagai
sajian Ilahiyah yang lezat bagi jiwa yang lapar dan dahaga. Dan nuansa derap
orang-orang yang berpuasa bagai irama hentakan musik yang mengalir menerapi
jiwa menelusuri nadi dan nafas.
Pesta Ramadhan dihelat dalam tenggat
sebulan dan setara dengan 29 atau 30 hari, siang dan malam. Sehingga para
peserta dan penikmat pesta Ramadhan akan merasakan kepuasan ruhani di akhir
Ramadhan yang membuat mereka berhati lapang, berjiwa longgar dan merasakan
ringannya ruhani mereka, sehingga ringan dan cepat untuk terbang mengarungi
alam malakut serta menggapai relung ilahiyyah.
Namun di tengah perhelatan pesta
Ramadhan, masih banyak muslim yang belum menikmati, atau bahkan tidak
menikmatinya, sehingga tidak sedikit yang enggan bergabung dengan pesta yang
penuh kesyahduan ruhani itu.
Hal itu menjadi bukti nyata, bahwa
undangan pesta Ramadhan hanya ditujukan kepada orang-orang beriman ( mukmin ),
sebagaimana firman Alloh dalam Q.S. Al-Baqarah/ 2:183, yang artinya : “ Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa, “ . dari ayat ini jelaslah beda antara orang muslim dan orang
mukmin.
Orang yang
berimanan atau disebut mukmin adalah orang yang memiliki keyakian kuat
dan mendalam yang memiliki tiga unsur ; pertama:
“Iqroorun Bil Lisaani” artinya: Ikrar dengan lisan.dan kedua : “Tashdiiqun Bil Qolbi”
artinya: Menyatakan benar di dalam hati terhadap apa yang diikrarkan dengan
lisan.dan unsur ketiga: “Amalun
Bil Arkaani” artinya: Mengamalkan dengan seluruh anggota badan.
Sedangkan orang Islam atau
disebut muslim sebagaimana
yang dinyatakan oleh Dr. Shalah ash-Shawy- adalah : Orang menyerahkan diri secara mutlak
kepada Alloh serta tunduk dan patuh dengan hidayat yang diturunkan kepada para
Rasul-Nya
Dari definisi sederhana di atas dapat
kita pahami bahwa kondisi beriman itu lebih berbobot dari kondisi ber-Islam,
sebab orang yang beriman telah memenuhi unsur rukun iman di dalam dirinya yang
menjadi pondasi dalam ber-Islam, sedangkan saat orang berislam tanpa ditopang
dengan keimanan yang baik dan kokoh, akan sulit untuk menyempurnakan rukun
Islam yang 5 ( lima ) karena memang belum mendapatkan bangunan pondasi iman
yang baik dan kokoh.
Dari analisa sederhana di atas, dapat
disimpulkan kenapa Alloh menyeru orang yang beriman dalam melaksanakan puasa, (
Q.S. al-Baqarah/2:183 ) karena orang beriman akan lebih focus dan bersemangat
serta bersegera melaksanakannya, dalam rangka membangun dan mengokohkan pilar
ketakwaan.
Pun dengan analisa itu, maka kita ketahui
dan pahami kenapa banyak muslim yang enggan dan masih belum melaksanakan puasa
sebagai salah satu rukun Islam, dan kondisi inilah yang dimaksud dengan masih
banyak yang belum menikmati pesta Ramadhan, karena selain mereka tidak
dapat merasakan kenikmatan pesta Ramadhan, mereka juga merasa terbebani
dengannya, dikarenakan oleh pilar iman atau keyakinan yang belum mantab dan
kokoh.
Agar dapat menikmati dan terlibat
langsung secara emosional dari pesta yang dihelat Alloh dalam bulan Ramadhan
tahun ini, dibutuhkan beberapa langkah kongkrit, sehingga nuansa Ramadhan akan
membekas dalam hati, lalu menimbulkan “ rasa kehilangan “ saat
Ramadhan berlalu, dan menumbuhkan “ rasa rindu “ menanti Ramadhan tahun yang akan datang.
Langkah-langkah tersebut adalah : Pertama
: Mengokohkan keimanan bahwa perintah Alloh harus dikerjakan,, karena
setiap perintah memang mermakna untuk ditaati, sebagai implementasi ketakwaan.
Dan langkah ini tentu tidak hanya meyakini dengan hati saja, namun harus
diteruskan dengan ikrar lisan dan pembuktian dengan kegiatan
nyata, atau amalun bil-arkaan.
Kedua : Melaksanakan syari’at di bulan
Ramadhan, dalam hal
ini yang berkaitan dengan rukun Islam adalah shiyam ( puasa ), yang dalam
kerangka syari’at disebutkan definisinya sebagai : “ menahan diri dari
makan, minum dan berkumpul ( jimak ) mulai terbit fajar shadiq sampai terbenam
matahari ( maghrib ). Serta amalan sunnah lainnya yang sungguh amat
banyak, seperti : ifthar, sahur, membaca al-Qur’an, Tarawih dan lainnya.
Dengan melaksanakan rangkaian amalan
syari’at di bulan Ramadhan belum menjamin kesempurnaan rasa jiwa dalam
merasakan ingar-bingar pesta Ramadhan, karena amalan dalam kerangka syari’at
belum membuahkan kenikmatan ruhani, dan dia hanya menyentuh beban fisik,
seperti lapar dan dahaga, hal ini diperingatkan oleh Rasulullah SAW dalam
hadits yang artinya : “ Berapa banyak orang yang berpuasa, ( tapi mereka tidak
mendapatkan pahala dari puasanya) ,kecuali lapar dan dahaga “
Itu
artinya banyak orang berpuasa yang tidak dapat mencapai puncak kenikmatan
berpuasa, kecuali hanya merasakan lapar dan dahaga sepanjang siang, dan ini
yang oleh sebagian ulama dikategorikan sebagai “ puasanya orang awam “
Untuk
merasakan pesta Ramadhan secara all-out semestinya diupayakan menaikkan level
ke tahap berikutnya, adalah :
Ketiga : Memasukkan
unsur ihsan dalam amaliyah Ramadhan, sebagaimana yang jamak dipahami bahwa
pengertian ihsan sebagaimana dijelaskan dalam hadits, yang artinya: “Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan engkau melihat-Nya, maka
bila engkau tak melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihatmu.” (HR Muslim)
Sehingga pelaksanaan ibadah dalam Ramadhan
bukan hanya berdasar keyakinan ( iman ) atau hanya dengan Syari’at ( Islam )
namun ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, yakni menurut para ulama adalah
level khowas ( istimewa ), atau dengan kata lain, selain menjalankan
dengan penuh keimanan serta dalam koridor syari’at fiqih, juga ditambah kepada
nilai yang lebih tinggi, yaitu nilai ihsan.
Dalam pemahaman langkah ini adalah, selain
menehan diri dari makan, minum dan jima’ sejak fajar hingga maghrib juga
ditambah dengan mem-puasakan indera ; mata, telinga, lisan, hidung dan kulit (
rasa ), dan itulah nanti yang mendongkrak nilai amaliyah Ramadhan menjadi pesta
ruhani selama bulan Ramadhan, sebagaimana dijelaskan dalam hadtis, bahwa ada 5
hal yang dapat menghilangkan pahala puasa, yakni kidzib ( bohong ), namimah (
adu domba ), ghibah ( menggunjing ) yamiinul-fajiroh ( sumpah
palsu ) dan nadzoru bis-syahwah ( melihat dengan sahwat/nafsu )
Dengan demikian, maka pesta Ramadhan akan
menjadi amaliyah bermakna, berkesan dan menumbuhkan rasa suka, dan di kemudian
tentulah akan tumbuh rasa rindu.
Semoga kita termasuk hamba Alloh yang bisa
menikmati pesta Ramadhan, dan menyukai serta merindukannya, aamiin
0 komentar:
Posting Komentar